Anew Sunday 8:30 Service – Testimony on 15 June 2025 By Michael Mason
(English)
I attended the Contemplation of Christ camp expecting to spend time meditating on God’s Word and enjoying solitude with Jesus. Pastor HK shared that contemplation is not the same as meditation. Instead, contemplation involves identifying yourself with a character in the scripture passage provided, then speaking to Jesus and listening to what He speaks to your heart.
During the third session, we examined Luke 10, where Jesus is rejected by the people in various towns as He moves on from Galilee. In this session, we had no choice but to see ourselves as the person in the story—specifically, as Jesus. We were invited to speak to Jesus about areas of rejection.
My mind immediately went to many moments of rejection I had experienced, but the Holy Spirit kept guiding me back to an encounter I had with the Holy Spirit when I was 21 years old.
At that time, I had a powerful encounter with the Holy Spirit, during which I was filled with a surge of power that felt like an electric current running through my entire body. It was a sacred, joyful, and intimate experience. However, during that encounter, the Holy Spirit warned me to leave my then-girlfriend. After the service, I normally would have taken her home, but as I approached her, she turned and asked, “You’re going to leave me, aren’t you?” In that split second, I stumbled and replied, “No, of course not.”
That one moment of disobedience led to sexual fornication, which brought deep guilt and shame into my life. I repented, broke up with her, and embarked on a journey of counseling, healing, and deliverance.
I then asked Jesus if there was something I had missed or if He was bringing me back to this moment for a reason. Jesus responded, saying, “My son, I have brought healing and restoration to you, setting you free. But you still carry self-rejection in your heart. Your self-rejection rooted in this moment has robbed you of your joy in the Spirit. It’s time to let it go.”
I prayed and asked God for help in this healing process. During the final session, we were instructed to lift our hands as a white cloth was draped over us, symbolizing the release of things we have held onto from our past. At that moment, I felt my self-rejection lift, and I experienced a sense of liberation. In that moment, I found my joy again.
From this healing, Jesus led me to a promise.
In another session, we looked at Luke 1—the story of John and Jesus’ births. My heart was particularly drawn to Zechariah. I could relate to him, as although I am grateful and blessed with my three daughters, I have always desired a son. Immediately, I sensed Jesus saying to me, “You will have a son named John.” I understood this to be a spiritual and ministry-related promise, as a miracle in the physical realm would require divine intervention.
Jesus reminded me that He made Kerry barren before we married, just as He did Elizabeth. He showed me that, even before we began dating, I had told Kerry she was my wife. Kerry had once told me that she believed that would never happen. But after two years, God revealed to her that I was her husband, and sixteen months later, we married.
Again, Jesus reassured me that He made Kerry barren for His perfect timing.
During the camp, we were divided into groups. Our group leader, Angel, looked at me and asked, “Is Kerry pregnant?” I was stunned. This is clearly you, Jesus.
After sharing, Jesus prompted me to read about what the Lord said concerning John. Later that day, without knowing it, Kerry was prompted to read a message she received in 2012—about her being pregnant with a baby that was too large and overdue. She shared this with me when I returned home from the camp.
Following the camp, I began to write down what I felt the Lord was saying about John:
– Many will rejoice at his birth.
– He will be great in the sight of the Lord.
– He will abstain from wine and strong drink—he will not be intoxicated by the world.
– He will be filled with the Spirit of the Lord from the womb.
– He will turn many of Israel’s children to the Lord their God.
– He will go before Jesus in the spirit and power of Elijah.
– He will turn the hearts of fathers to their children and the disobedient to the wisdom of the just.
– He will prepare a people ready for the Lord.
Not only did I receive healing at the camp, but I also received a spoken promise of what is to come—both for Kerry and me—even though we weren’t at the camp together.
This is the Tree of Life.
(Indonesian)
Saya mengikuti camp Contemplation of Christ dengan harapan dapat menyempatkan waktu merenungkan Firman Tuhan dan menikmati keheningan bersama Yesus. Pastor HK menjelaskan bahwa kontemplasi berbeda dari meditasi. Sebaliknya, kontemplasi melibatkan mengenali diri kita dengan salah satu karakter dalam bagian ayat Alkitab yang diberikan, kemudian berbicara kepada Yesus dan mendengarkan apa yang Dia katakan kepada hati kita.
Pada sesi ketiga, kami mempelajari Lukas 10, di mana Yesus ditolak oleh orang-orang di berbagai kota saat Dia melanjutkan perjalanan dari Galilea. Dalam sesi ini, kami tidak punya pilihan selain melihat diri kami sebagai orang dalam cerita tersebut—khususnya, sebagai Yesus. Kami diundang untuk berbicara kepada Yesus tentang bidang-bidang penolakan.
Pikiran saya langsung tertuju pada banyak momen penolakan yang pernah saya alami, tetapi Roh Kudus terus membimbing saya kembali ke pertemuan saya dengan Roh Kudus ketika saya berusia 21 tahun..
Saat itu, saya mengalami perjumpaan yang dahsyat dengan Roh Kudus, di mana saya dipenuhi dengan kekuatan yang terasa seperti arus listrik yang mengalir melalui seluruh tubuh saya. Itu adalah pengalaman yang sakral, penuh sukacita, dan keintiman. Namun, dalam perjumpaan itu, Roh Kudus memperingatkan saya untuk meninggalkan kekasih saya saat itu. Setelah kebaktian, biasanya saya mengantarnya pulang, tetapi saat saya mendekatinya, dia berbalik dan bertanya, “Kamu akan meninggalkanku, kan?” Dalam sekejap, saya terhuyung dan menjawab, “Tidak, tentu saja tidak.”
Satu momen ketidaktaatan itu menyebabkan saya terjerumus ke dalam dosa percabulan, yang membawa rasa bersalah dan aib yang mendalam ke dalam hidup saya. Saya bertobat, putus hubungan dengannya , dan memulai perjalanan pemulihan, penyembuhan, dan pembebasan.
Saya kemudian bertanya kepada Yesus apakah ada sesuatu yang terlewatkan oleh saya atau apakah Dia membawa saya kembali ke momen ini karena suatu alasan. Yesus menjawab, “Anak-Ku, Aku telah membawa kesembuhan dan pemulihan bagimu, membebaskanmu. Tetapi, engkau masih menyimpan penolakan diri dalam hatimu. Penolakan dirimu yang berakar dari momen ini telah merampas sukacita dalam Roh. Sudah saatnya untuk melepaskannya.”
Saya berdoa dan meminta bantuan Tuhan dalam proses penyembuhan ini. Pada sesi terakhir, kami diminta mengangkat tangan saat kain putih diselimuti tubuh kami, melambangkan pelepasan hal-hal yang telah kami pegang dari masa lalu. Pada saat itu, saya merasakan penolakan diri saya terangkat, dan saya merasakan kebebasan. Dalam momen tersebut, saya menemukan sukacita saya kembali.
Dari penyembuhan ini, Yesus menuntun saya kepada sebuah janji.
Pada sesi lain, kami mempelajari Lukas 1—kisah kelahiran Yohanes dan Yesus. Hati saya secara khusus tertarik kepada Zakharia. Say merasakan apa yang dialaminya, karena meskipun saya bersyukur dan diberkati dengan tiga putri, saya selalu menginginkan seorang anak laki-laki. Saat itu juga saya merasakan Yesus berkata kepada saya, “Kamu akan memiliki seorang anak laki-laki yang akan diberi nama Yohanes”. Saya memahami ini sebagai sebuah janji rohani dan yang berhubungan dengan pelayanan, karena mujizat di dunia nyata memerlukan campur tangan Ilahi.
Yesus mengingatkan saya bahwa Dia membuat Kerry mandul sebelum kami menikah, sama seperti Dia melakukannya kepada Elisabet. Dia menunjukkan bahwa, bahkan sebelum kami mulai berkencan, saya sudah mengatakan kepada Kerry bahwa dia adalah istri saya. Kerry pernah berkata bahwa dia percaya hal itu tidak akan pernah terjadi. Tetapi setelah dua tahun, Tuhan menyatakan kepada dia bahwa saya adalah suaminya, dan enam belas bulan kemudian, kami menikah.
Sekali lagi, Yesus meyakinkan saya bahwa Dia membuat Kerry mandul pada waktu-Nya yang sempurna.
Selama di camp, kami dibagi ke dalam kelompok. Pemimpin kelompok kami, Angel, menatap saya dan bertanya, “Apakah Kerry sedang hamil?” Saya tercengang. Ini jelas-jelas Engkau, Yesus.
Setelah berbagi, Yesus membimbing saya untuk membaca apa yang Tuhan katakan tentang Yohanes. Kemudian hari itu, tanpa saya ketahui, Kerry juga didorong untuk membaca pesan yang dia terima di tahun 2012—tentang kehamilannya dengan bayi yang terlalu besar dan terlambat lahir. Dia membagikan ini kepada saya saat saya pulang dari camp.
Setelah camp, saya mulai menuliskan apa yang saya rasa Tuhan katakan tentang Yohanes:
– Banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya.
– Dia akan menjadi besar di hadapan Tuhan.
– Dia akan menjauhi anggur dan minuman keras—ia tidak akan mabuk oleh dunia.
– Dia akan dipenuhi Roh Kudus sejak dalam kandungan.
– Dia akan membalikkan hati banyak orang Israel kepada Tuhan, Allah mereka.
– Dia akan pergi mendahului Yesus dalam roh dan kuasa Elia.
– Dia akan membuat hati bapa berbalik kepada anak-anak nyaa dan orang-orang yang tidak taat kepada hikmat orang-orang benar.
– Dia akan mempersiapkan umat yang siap bagi Tuhan.
Tidak hanya saya mendapatkan penyembuhan di kamp, tetapi saya juga menerima sebuah janji yang diucapkan tentang apa yang akan datang—baik untuk Kerry maupun saya—meskipun kami tidak berada di kamp bersama.
Ini adalah Pohon Kehidupan.